Tanam Paksa van den Bosch

Hallo sobat semuanya dimana pun anda berada. Kali ini diblogku Ilmu Sosial aku akan kasih ilmu tentang tanam paksa pada zaman Belanda. Begini penjelasannya.

     Pada 1830 pemerintah Belanda mengalami kesulitan ekonomi karena kekosongan kas negara. Kondisi ini disebabkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan Belanda dalam menghadapi Perang Diponegoro (1825-1830) dan Perang Belgia (1830-1831). Kesulitan ekonomi tersebut mendorong pemerintah Belanda mengeksploitasi Hindia Belanda (Indonesia) agar memberikan keuntungan bagi Belanda. Oleh karena itu, pada tahun 1830 pemerintah Belanda mengirim Johannes van den Bosch ke Hindia Belanda sebagai gubernur jenderal.
     Pada masa kepemimpinannya di Hindia Belanda, van den Bosch menerapkan kebijakan tanam paksa yang disebut dengan Cultuurstelsel. Kebijakan tanam paksa ini memiliki beberapa aturan yaitu sebagai berikut.
  1. Setiap penduduk wajib menyerahkan seperlima tanah atau lahan garapannya untuk ditanami tanaman wajib dan berkualitas ekspor, seperti kopi, tembakau, tebu, dan kakao/cokelat.
  2. Tanah yang disediakan untuk tanaman wajib dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.
  3. Hasil panen tanaman wajib harus diserahkan kepada pemerintah Belanda. Jika berlebih hasil panen, maka akan dikembalikan kepada rakyat.
  4. Tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam tanaman wajib tidak boleh melebihi tenaga dan waktu yang diperlukan untuk menanam padi, atau kurang lebih tiga bulan.
  5. Penduduk yang tidak memiliki tanah dan lahan, wajib bekerja selama 66 hari di perkebunan pemerintah.
  6. Setiap kerusakan atau kegagalan panen menjadi tanggung jawab pemerintah Belanda.
  7. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan sepenuhnya kepada kepala desa.
     Bagi pemerintah Belanda, kebijakan tanam paksa memberikan banyak keuntungan. Pelaksanaan tanaman paksa berhasil mengisi kekosongan kas negara. Selain itu, pemerintah memiliki anggaran untuk membangun jaringan transportasi. Akan tetapi, bagi rakyat kebijakan tanam paksa menyebabkan penderitaan. Kondisi ini terjadi karena dalam pelaksanaan tanam paksa sarat dengan penyimpangan. Penguasa Belanda memberlakukan cultuurprocenten yaitu hadiah atau persenan bagi pejabat lokal, yaitu kepada Bupati dan Kepala Desa. Kebijakan tersebut mengakibatkan para pejabat lokal semakin menekan rakyat sehingga beban rakyat semakin berat. Bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi selama pelaksanaan sistem tanam paksa sebagai berikut.
  1. Jatah tanah yang harus diserahkan penduduk untuk tanaman ekspor melebihi seperlima dari tanah garapan.
  2. Tanah yang ditanami tanaman wajib tetap ditarik pajak.
  3. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah yang telah ditentukan ternyata tidak dikembalikan kepada rakyat.
  4. Petani lebih mencurahkan banyak tenaga untuk tanaman ekspor sehingga tidak sempat mengerjakan ladang sendiri.
  5. Petani yang tidak memiliki lahan garapan harus bekerja di pabrik atau perkebunan lebih dari 66 hari.
  6. Kegagalan panen tanaman wajib, menjadi tanggung jawab petani itu sendiri.
Ilustrasi Kopi yang merupakan jenis tanaman wajib ditanam saat tanam paksa

     Banyaknya penyelewengan dalam pelaksanaan tanam paksa mendorong munculnya kecaman, baik dari  bangsa Indonesia maupun bangsa Belanda sendiri. Salah satu orang Belanda yang mengecam tanam paksa tersebut yaitu Douwes Dekker (Multatuli). Dia menuntut agar tanam paksa dihapuskan. Kecaman dari berbagai pihak tersebut membuahkan hasil, ditandai dengan dihapusnya sistem tanam paksa tahun 1870.
     Dengan dihapusnya tanam paksa ini, tahun 1870 pemerintah Belanda mengeluarkan 2 undang-undang baru, yaitu :
  1. Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet), yang mengatur  tentang prinsip-prinsip politik ditanah jajahan. Undang-Undang tersebut juga menegaskan pihak swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk.
  2. Undang-Undang Gula (Suiker Wet), yang berisi larangan untuk mengangkut tebu keluar Indonesia. Tebu harus diproses di Indonesia dan pihak swasta di beri kesempatan luas untuk mendirikan  pabrik gula baru.
     Dikeluarkannya kedua undang-undang ini menyebabkan semakin banyak pihak swasta memasuki tanah jajahan Indonesia. Mereka memainkan peranan penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan yang mereka duduki, termasuk Indonesia.

Demikian penjelasan ini dari saya. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua. Sekian terima kasih. Wassalam...


EmoticonEmoticon